Siapa
pria nekad yang meledakkan diri di tengah salat Jumat di Masjid Az Dzikra, kompleks Mapolresta Cirebon, Jumat lalu, masih teka-teki. Keterangan pers terakhir yang digelar Mabes Polri, masih menyisakan tanda tanya benarkah lelaki itu adalah MS alias Muchamad Syarif.
Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Anton Bahrul Alam mengatakan proses uji DNA masih dilakukan di RS Polri Kramat Jati. “Jadi kita masih harus menunggu,” kata dia di Mabes Polri, Minggu, 17 April 2011. “Untuk memastikan tersangka yang diduga bom bunuh diri benar-benar Muchammad Syarif.”
Anton menjelaskan, menurut standar internasional, pemeriksaan DNA bisa memakan waktu antara 3-12 hari. Saat ini, kepolisian telah mendapatkan DNA dari orang tua Syarif--ayah kandungnya, Abdul Kadir, dan ibu kandungnya, Srimulat.
Polisi belum merasa perlu membawa keduanya ke Jakarta karena, masih kata Anton, “Kami belum bisa memastikan apa benar (jasad pelaku) putranya, meski fotonya sama.”
Nada lebih pasti terdengar di Cirebon. Kapolda Jawa Barat Irjen Suparni Parto mengatakan dari penyidikan yang dilakukan pihaknya, diyakini pengebom bunuh diri itu memang Syarif. "MS kami meyakini, karena persentasenya sekitar 90 persen," kata dia saat mendampingi Menteri Kesehatan di RS Pelabuhan Cirebon, Minggu, 17 April 2011.
Namun, siapa tepatnya dia, Suparni pun menyatakan akan memastikannya dahulu melaui tes DNA. "Sehingga bisa kami yakini betul-betul itu MS atau bukan," ujarnya.
Menurut dia, tes dengan mencocokkan DNA jasad pengebom dengan orang tua dan adik Syarif sudahlah memadai. "Itu akan memberikan keyakinan dengan tingkat kesalahan 0,02 persen. Kalau cocok, bisa kita yakini itu memang keluarganya," ujar Kapolda.
Digeledah
Tak hanya menyisir tempat kejadian perkara di Masjid Az Dzikra di Cirebon, tim penyelidik juga mendatangi sebuah rumah di RT3 RW1 No. 12 di Desa Panjalinan Kidul, Kecamatan Sumberjaya, Majalengka, Jawa Barat. Itu tak lain adalah alamat rumah mertua Syarif.
Minggu sore, pukul 16.30 WIB, tim Inafis (Indonesia Automatic Finger Print Identification System) didampingi pasukan Detasemen 88 Anti-teror melurug ke lokasi. Dipimpin langsung Direktur Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Petrus Golosse, mereka memasang garis polisi di muka rumah dan langsung menggeledah.
Petugas terlihat menyisir pekarangan di samping rumah. Sebagian masuk ke dalam kamar dan menyalakan lampu. Yang lain terlihat membawa kotak berwarna merah jambu dan putih dari dalam rumah ke pekarangan.
Disatroni polisi, istri Syarif, Sri Maleha, tampak pasrah. Kata dia, polisi sudah pernah datang pada 10 April 2011 lalu, terkait kasus pembunuhan Kopral Kepala Sutejo, anggota TNI Kodim Cirebon. Polisi mencurigai keterlibatan Syarif.
Sehari pasca pengeboman, polisi menunjukkan sketsa wajah pengebom bunuh diri kepada Sri. Petugas bertanya, benarkah itu foto suaminya. Saat itu, jantung Sri yang hamil tua serasa mau copot. “Saya hampir pingsan,” katanya.
Namun, setelah mengamatinya, Sri tak yakin itu suaminya. “Agak gendut yang di foto,” kata perempuan berkerudung itu.
Ada beberapa ciri Syarif yang jelas diingat Sri. "Ukuran sepatu 42-43, punya bekas luka di ibu jari tangan kiri. Gigi seri agak tumpuk. Tidak ada luka di paha kanan," kata Sri.
Sementara itu, ciri-ciri Syarif yang dirilis polisi adalah: berusia 25-35 tahun, ras mongoloid, golongan darah O, tinggi badan 181 sentimeter, berat badan 70 kilogram, ukuran sepatu 43, dan kulit kuning langsat. Ciri-ciri khususnya: ada bekas luka di dahi kiri, gigi seri (depan) atas patah, bekas luka di jempol di tangan kiri, serta berjenggot tipis.
Diceritakan Sri, tak ada surat atau wasiat yang ditinggalkan suaminya. Syarif terakhir pamit pada 3 April 2011 lalu, alasannya mencari pekerjaan. Suaminya hanya meninggalkan janji, akan pulang saat anak pertamanya lahir.
"Semenjak itu nggak ada kontak sama sekali. Beberapa kali saya coba kontak. Semenjak pergi nggak ngasih uang," kata dia. "Semalam saya coba telepon nggak aktif juga."
Saat pergi, suaminya itu membawa baju dan laptop. "Waktu pergi pakai jeans belel sama jaket hitam tebal," tambah dia.
Untuk mencari nafkah, Syarif mengandalkan keahliannya di bidang disain grafis. "Freelance, tidak ada atasan. Kalau ada pekerjaan spanduk atau banner, baru dia kerjain.”
Soal apakah Syarif tergabung dengan kelompok tertentu, kata Sri, suaminya tidak pernah mengikuti pengajian-pengajian khusus.
Motif
Jika benar itu Syarif, apa motif dia meledakkan diri di sebuah masjid penuh polisi?
Kapolda Cirebon mengatakan hingga saat ini penyidik masih menganalisisnya. Berbagai fakta dan data sedang dihimpun dari tempat kejadian perkara, keterangan saksi, maupun sumber-sumber intelijen.
Namun, kata dia, "Dugaan Anda (wartawan) sama dengan saya, kalau MS dimanfaatkan kelompok tertentu atau punya maksud tersendiri."
Selain motif teror, polisi juga tidak mengenyampingkan motif pribadi. Ini menyangkut dugaan keterkaitan Syarif dengan meninggalnya Kopral Kepala Sutejo, 3 April 2011 lalu. Oleh polisi, dia telah dijadikan target.
Menurut Kapolda, polisi punya indikasi kuat keterlibatan pria 32 tahun itu. Sebab, Surat Izin Mengemudi miliknya ditemukan di lokasi pembunuhan di Jalan Raya Talun, Kecamatan Talun, Cirebon. Setelah kasus itu mencuat, Syarif menghilang.
"Saya menduga itu ada keterkaitan yang kuat. Tapi hal-hal lain terkait perilaku, informasinya dapat mengarah ke dugaan yang lebih serius," jelas Kapolda.
Mengenai siapa kelompok berada di belakang aksi durjana Syarif, polisi belum bersedia berkomentar.
Namun, Jamaah Ansharut Tauhid (JAT)--di mana Abu Bakar Ba'asyir menjadi amirnya--membantah punya kaitan dengan bom Cirebon maupun dengan Syarif. "MS bukan anggota JAT," kata Direktur Media Center JAT Son Hadi, sembari menegaskan dia juga tak pernah mengenalnya.
Sebelumnya, Amir JAT, Ba'asyir melalui asisten pribadinya, Hasyim Abdullah, mengutuk aksi bunuh diri di dalam masjid Mapolresta Cirebon. Menurut dia aksi itu haram dilakukan oleh siapapun.
"Siapapun, Beliau (Ba'asyir) bilang kalau ngebom di masjid itu nggak boleh. Itu kafir, itu salah," kata Hasyim menirukan ucapan Ba'asyir usai membesuk di Rutan Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Jumat lalu. "Orang salat dibom itu apa maunya? Untuk apa itu? Kafir itu.”
Hasyim mengatakan, Ba'asyir tak bisa menduga siapa sang pelaku. "Tapi, kalau mujahid, nggak mungkin mengebom masjid. Tujuannya mungkin memecah belah," dia balik menuding. (kd)